Isi kandungan:
- Masyarakat masih harus melaksanakan 3M walaupun vaksinasi COVID-19 telah berjalan
- Keperluan vaksin untuk mengawal pandemi
- Jadi selepas vaksinasi anda masih boleh menangkap COVID-19?
- Mengapa ujian klinikal tidak dilakukan sehingga vaksin COVID-19 terbukti dapat mencegah penularan?
Baca semua artikel mengenai coronavirus (COVID-19) di sini.
Berita mengenai rancangan vaksinasi COVID-19 pada awal 2021 sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia. Walau bagaimanapun, para pakar memberi amaran bahawa kehadiran vaksin COVID-19 tidak semestinya menghalang penularan dan membolehkan orang kembali ke kehidupan normal seperti sebelum wabak ini. Masyarakat masih harus menerapkan 3M dengan ketat walaupun mereka telah menerima vaksinasi COVID-19.
Kenapa begitu? Lihat ulasan berikut.
Masyarakat masih harus melaksanakan 3M walaupun vaksinasi COVID-19 telah berjalan
Pemerintah telah mengumumkan bahawa akan memvaksinasi 67% dari 160 juta penduduk berusia 18-59 tahun, atau sekitar 107.206.544 orang.
Setelah pengumuman ini diedarkan, banyak yang menunggu kemunculan vaksin COVID-19 dengan harapan mereka dapat menjalani kehidupan normal seperti sebelum wabah. Fikirkan vaksinasi akan membuatnya kebal terhadap COVID-19.
Tetapi kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan, vaksin tidak semestinya dapat menyelesaikan penularan wabak COVID-19.
"Rakyat Indonesia masih harus melakukan 3M, bahkan setelah vaksinasi COVID-19 telah dimulai," kata ahli biologi molekul Ahmad Rusdan Utomo, Senin (15/12).
Setelah program vaksinasi COVID-19 dijalankan, orang masih perlu memakai topeng, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) untuk beberapa waktu yang akan datang. Pemerintah juga harus lebih agresif dalam melakukan 3T, iaitu menguji, pengesanan, dan rawatan.
Ahmad menjelaskan bahawa asas untuk mengatasi penyakit pandemik ialah 3 M dan 3 T.
"Seperti tayar yang bocor, kita pasti harus mengawal kebocoran besar terlebih dahulu. Begitu juga dalam penghantaran COVID-19, 3M dan 3T berperanan menutup lubang besar. Lubang kecil yang tersisa baru saja ditutup dengan vaksin, ”kata Ahmad.
Keperluan vaksin untuk mengawal pandemi
Ahli epidemiologi Universiti Padjadjaran, dr. Panji Hadisoemarto berkata, vaksin dapat mengawal masalah pandemi jika sekurang-kurangnya dua perkara dipenuhi.
Pertama, vaksin ini berkesan untuk menjadikan seseorang yang telah divaksin kebal terhadap jangkitan. Kedua, vaksinasi harus diberikan kepada jumlah anggota populasi yang mencukupi.
“Liputan vaksinasi (dalam rencana pemerintah) tidak mungkin mencapai apa yang perlu dibuatnya imuniti kawanan, paling tidak dalam 1 tahun ke depan, "kata Panji dalam perbincangan dalam talian dengan Fakulti Perubatan Unpad, Sabtu (12/120).
Selain itu, tidak ada calon vaksin COVID-19 yang telah memasuki tahap akhir percubaan klinikal fasa 3 ini dirancang untuk membuktikan keberkesanannya dalam mencegah penularan. Vaksin ini bertujuan untuk mengurangkan beban gejala dan kematian yang teruk akibat COVID-19.
Oleh itu, kemungkinan besar vaksin COVID-19 tidak akan menghalang seseorang daripada dijangkiti COVID-19.
Jadi selepas vaksinasi anda masih boleh menangkap COVID-19?
Dalam ujian klinikal fasa 3, calon vaksin COVID-19 ini tidak dirancang untuk mencegah penularan tetapi untuk mencegah seseorang daripada mengembangkan gejala.
Jadi setelah menyuntik vaksin ke ribuan sukarelawan, penyelidik akan menunggu dan memerhatikan sehingga ada sukarelawan yang mengalami simptom COVID-19. Sukarelawan yang mengalami gejala diuji untuk melihat sama ada mereka dijangkiti COVID-19 atau tidak.
Setelah terdapat sebanyak 150 sukarelawan vaksinasi yang menguji positif COVID-19 dengan gejala, para penyelidik akan melihat beberapa orang yang menerima vaksin asal dan berapa banyak yang menerima plasebo. Perbezaan dari angka ini akan dilaporkan sebagai keberkesanan vaksin dalam mencegah seseorang daripada jatuh sakit dengan COVID-19.
Oleh itu vaksin COVID-19 tidak boleh dikatakan dapat mencegah penularan COVID-19. Kerana tidak dikira berapa orang yang dijangkiti COVID-19 tanpa gejala (OTG).
Mengapa ujian klinikal tidak dilakukan sehingga vaksin COVID-19 terbukti dapat mencegah penularan?
Ujian klinikal yang dirancang untuk membuktikan vaksin mampu mencegah penularan harus dilakukan pada sukarelawan yang lebih besar untuk jangka waktu yang lebih lama.
Selain itu, setelah disuntik dengan vaksin, semua sukarelawan percobaan harus melakukan swab PCR setiap dua minggu selama satu tahun. Kemudian penyelidik akan mengira semua kes positif, simptomatik dan tanpa gejala.
"Bukti ini memerlukan banyak masa dan kos," kata Ahmad.
"Kerana keterbatasan ini, pada akhirnya kami tidak memiliki bukti apakah vaksin COVID-19 yang ada dapat mencegah penularan," jelasnya.
Kesan vaksinasi COVID-19 pada populasi di Indonesia adalah untuk mengurangkan kadar kematian dan pesakit dengan gejala COVID-19 yang teruk. Walaupun sasaran utama yang diberi vaksin bukanlah kumpulan yang terdedah kepada gejala COVID-19 yang teruk. Mereka yang termasuk dalam kategori kumpulan keutamaan dalam program vaksinasi termasuk pekerja kesehatan, pegawai hukum, pemimpin agama, dan pejabat pemerintah pusat hingga daerah.
"Kesimpulannya, kesan perlindungan langsung masih terlalu kecil, sehingga program vaksinasi COVID-19 di Indonesia belum dapat membawa kita kembali ke kehidupan normal seperti sebelum wabah," kata Panji.